Friday, November 19, 2010

Ingin menjadi proofreader

Pernah (atau sering) menemukan buku yang isinya bagus namun kesalahan-kesalahan 'ringan' mengganggu ketika membaca?

Saya sering menemukan hal ini. Tidak hanya buku terbitan penerbit kecil, yang dari penerbit besar pun ada. Diantara yang paling mengganggu adalah "merubah" yang mestinya "mengubah", "di xxx (kata kerja)" yang mestinya "dixxx(kata kerja", kata dari bahasa asing atau bahasa slang yang tidak dicetak miring, salah eja bahasa asing (biasanya bahasa Inggris, misalnya "worthed" yang semestinya "worth it"), -fitas semestinya -vitas (misalnya produktivitas, aktivitas, efektivitas, agresivitas, dan seterusnya), penempatan koma, penggunaan istilah yang tidak konsisten, dan masih banyak lagi.

Saya pernah mengirimkan kesediaan untuk menjadi proofreader ke sebuah penerbit. Sayang tidak/belum ada respon sama sekali. Nah, bagi yang mau menerbitkan buku, saya bersedia loh jadi proofreader. Honornya sesuai standar saja. Dijamin tidak mengecewakan :). Cerita fiksi atau yang berhubungan dengan psikologi lebih disukai.

Berikut ada tulisan dari Anwar Holid mengenai proofreading. Sangat mencerahkan buat saya. Tulisan ini sudah saya jadikan bahan untuk praktek jadi seorang proofreader. Silakan dibandingkan dengan tulisan aslinya. Semoga bermanfaat.

=================================================
Proofreader: Cermat, Teliti, dan Peka pada Kata
oleh Anwar Holid

Di dalam organisasi penerbit, secara struktural proofreader (penyunting teks/nas; atau copy editor) kerap berada di bawah editor kepala atau pengelola; namun bekerja di bawah editor pelaksana. Proofreader bertanggung jawab terhadap naskah buku yang digarapnya dari masing-masing editor bersangkutan. Oleh karena itu sudah niscaya proofreader terus-menerus bekerja sama dengan beragam editor untuk menjaga kualitas buku.

Proofreader-lah yang menjaga keseragaman teks (nas) dalam sebuah naskah/buku. Dia pula yang menerapkan gaya selingkung penerbit, mulai dari penerapan ejaan, istilah, hingga ke detail kelengkapan buku, antara lain isi buku (daftar isi), indeks, lampiran, dan memeriksa dummy (cetak coba).

Karena proofreading merupakan tahap akhir proses penyuntingan, diharapkan semua masalah maupun kesalahan penyuntingan sudah ditemukan dan diperbaiki ketika ada di tangan proofreader. Seusai diperiksa, mestinya naskah sudah sempurna, baik dari segi isi dan tampilan. Dalam hal ini, proofreader jangan diminta mengerjakan tugas editor, melampaui pekerjaan utamanya, atau jadi editor gadungan. Ini semata-mata untuk efisiensi. Beberapa penerbit bila meng-outsource orang sebagai proofreader ada yang berpesan begini: "Sekalian kalau ada kalimat yang tidak efektif, bertele-tele, atau tidak enak dibaca, tolong diperbaiki ya." Wah, itu bukan tugas proofreader! Itu tugas editor. Itu membebani tugas proofreader namanya. Kenapa? Karena tugas utama editor ialah justru mengefektifkan kalimat sesuai maksud penulis. Tugas proofreader sudah harus bebas dari tahap penyuntingan, misal dalam hal akurasi data dan ketepatan istilah. Kalau seorang proofreader menemukan hal seperti itu, tentu harus menjadi kredit baginya. Kasarnya, bukan tugas proofreader untuk memberi tahu atau mengecek ada terlalu banyak kata 'yang' dalam satu kalimat hingga membuat kalimat itu menjengkelkan asal dia persis tahu bahwa 'yang' di situ ditulis y-a-n-g, bukan y-a-n-c atau y-a-n-h. Proofreader mungkin tidak perlu tahu persis apa beda Columbia dan Kolombia, apa itu kolumnis atau komunis, asal dia bisa memastikan bahwa ejaan keduanya benar dan penempatannya benar.

Kecermatan, ketelitian, kehati-hatian, kepekaan pada ejaan dan kata, serta konsentrasi sudah semestinya jadi dasar kinerja proofreader, sebab dia menjadi "penyaring kedua" setelah nas diolah sedemikian rupa oleh penyunting sampai layak dan siap terbit. Sederhananya, proofreading merupakan proses membetulkan ceceran pekerjaan editor yang sengaja dilewatkan demi efektivitas produksi. Bisa juga proofreader menjadi orang yang berempati kepada (calon) pembaca. Ia membaca teks (nas), menempatkan diri sebagai pembaca yang sangat mungkin kecewa terhadap buku (produk) karena ada kesalahan sekecil apa pun di dalamnya. Akibatnya seorang proofreader tak akan membiarkan satu pun kesalahan muncul pada nas garapannya.

Tanggung jawab proofreader antara lain meliputi:
1. Akurasi penulisan (ejaan) kata dan tanda baca.
2. Pemenggalan kata.
3. Ketaatasasan istilah dan gaya yang digunakan dalam naskah.
4. Konsistensi penyajian bentuk naskah:
a. Setting.
b. Penggunaan font (jenis huruf).
c. Judul dan subjudul.
d. Catatan kaki.
e. Nomor dan penempatan halaman (sesuai tidak dengan di isi buku).
5. Kata atau istilah yang perlu ditulis italic.
6. Akurasi penempatan dan urutan catatan kaki.
7. Akurasi catchword (belah kiri: biasanya berupa nama penulis atau judul buku; belah kanan: bagian/bab buku).
8. Membuat isi buku.
9. Membuat indeks (indeks subjek, indeks umum, nama).
10. Ketepatan transliterasi maupun transkripsi.

Langkah kerja proofreading:
1. Memeriksa kelengkapan materi naskah.
2. Mengeja dan memeriksa secara tepat unsur paling vital dalam naskah:
a. Judul dan subjudul.
b. Catchword dan halaman.
c. Pemenggalan kata.
d. Kata atau istilah yang perlu ditulis italic.
e. Akurasi nama orang (contoh, betapa susah mengeja nama ini: Mihaly Csikszentmihalyi), geografi, organisasi, kata asing (contoh: déjà vu, jangan dé jàvu).
f. Ejaan dalam isi buku dan tanda baca kalimat.
3. Memeriksa dummy (cetak coba).

Anwar Holid bekerja sebagai penulis dan editor. Buku barunya ialah Keep Your Hand Moving (GPU, 2010).

KONTAK: wartax@yahoo.com | HP: 085721511193 | http://halamanganjil.blogspot.com

Copyright © 2009 oleh Anwar Holid